Beranda | Artikel
Jenis Hadits Dhaif dan Munculnya Istilah Hadits Hasan
Senin, 7 Desember 2015

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Hadits dhaif (lemah) ada beberapa macam. Al Hafizh Ibnu Hibban membagi hadits dhaif dalam banyak jenis, beliau menyebutkan 49 jenis hadits dhaif. Namun, pada hakikatnya, hadits dhaif terbagi menjadi dua:

  1. Hadits dhaif yang bisa menjadi bahan i’tibar[1. I’tibar artinya proses pengumpulan hadits-hadits yang lemahnya ringan untuk nantinya digabungkan dengan semisalnya, sehingga bisa diteliti apakah bisa saling menguatkan atau tidak]. Menurut At Tirmidzi dan jama’ah ahli hadits, ini disebut hadits hasan.
  2. Hadits dhaif yang tidak bisa menjadi bahan i’tibar dan tidak bisa menjadi hujjah karena kelemahannya sangat berat. Ini disebabkan ada perawinya yang muttaham bil kadzab (tertuduh pendusta), atau fahisyul ghalath (terlalu sering salah), atau terdapat inqitha (keterputusan sanad) di dalamnya, atau irsal sedangkan ia tidak memiliki mutaba’ah[2. Perawi yang bisa menguatkan perawi lain yang meriwayatkan sendirian, karena mereka memiliki guru yang sama atau semisalnya] atau syahid[3. Jalan lain dari sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi yang berbeda, yang bisa menjadi penguat], atau yang semisalnya.

Dan hadits hasan menurut definisi Abu Isa At Tirmidzi adalah:

و ما خف الضبط في رواته وجاء من طريقين فأكثر وليس فيه من هو متهم بالكذب وليس شاذاً ولا منقطعاً ولا معلولاً بعلة قادحة

“hadits yang ringan dhabt para perawinya, diriwayatkan dalam dua jalan atau lebih, tidak terdapat perawi yang muttaham bil kadzab di dalamnya, tidak terdapat syudzudz[4. Keanehan para sanad atau isi haditsnya, karena bertentangan dengan sanad atau isi hadits lain yang lebih bagus kualitasnya], tidak munqathi, tidak terdapat illah qadihah[5. Cacat dalam hadits yang samar yang dapat merusak kualitas hadits]”

Maka hadits yang semacam ini bisa menjadi hujjah sebagaimana hadits shahih, menurut para ulama.

Para ulama terdahulu membagi hadits hanya dua macam saja: hadits shahih dan hadits dhaif. Makna dari hadits hasan tercakup dalam hadits shahih. Kemudian setelah itu, At Tirmidzi dan beberapa ahli hadits lainnya membagi hadits menjadi tiga: hadits shahih, hadits dhaif dan hadits hasan. Maka hadits hasan di sini mereka maknai sebagai hadits yang ringan dhabt perawinya namun disertai bagusnya keadaan komponen lainnya, yaitu bagus ‘al adalah dari perawinya, muttashil (bersambung), tidak ada syudzudz dan illah. Maka hadits yang seperti ini bisa menjadi hujjah, dan ia lebih baik dari pendapat orang dan dari qiyas. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad radhiallahu’anhu.

Hadits dhaif yang mutamasik (baca: hadits hasan), bisa dijadikan hujjah dan ia lebih baik dari pendapat-pendapat orang. Karena ia adalah hadits yang bersambung sanadnya, tidak ada illah, tidak ada syudzudz, hanya saja satu atau sebagian perawinya tidak sempurna kualitas dhabt-nya. Bahkan terkadang ada yang memiliki kekurangan dari segi hafalannya, namun tidak sampai tergolong fahisyul ghalath (terlalu sering salah), hanya saja terdapat wahm dan beberapa kesalahan.

***

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/46755

(catatan kaki dari penerjemah)

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel Muslim.or.id

____

🔍 Ilmu Tanpa Amal, Contoh Fardhu Ain, Apa Itu Sombong, Perintah Shalat Dalam Al Quran, Amal Jariyah Masjid


Artikel asli: https://muslim.or.id/27055-jenis-hadits-dhaif-dan-munculnya-istilah-hadits-hasan.html